POSISI EKONOMI ISLAM DI ANTARA EKONOMI KONVENSIONAL DAN FIQH MUAMALAT(Kritik Epistemologis Terhadap Ilmu Ekonomi Islam)

>> Sabtu, 25 Oktober 2008

Oleh
Saleh Partaonan Daulay, M.Ag., M.Hum

Solusi Alternatif dalam Membangun Ilmu Ekonomi Islam
Perbedaan mendasar antara disiplin ilmu ekonomi konvensional dan fiqh mu’amalat mengharuskan adanya pemikiran untuk mensinergikan keduanya ke dalam satu disiplin ilmu. Kemungkinan yang terjadi adalah terjadinya redefinisi terhadap ilmu ekonomi, dimana materi bahasan dalam ilmu ekonomi akan bertambah dengan adanya materi dari ilmu fiqh mu’amalat, ataupun akan berkurang dengan adanya pembatasan materi tertentu yang dianggap tidak relevan dengan syari’ah. Contoh dalam hal ini adalah pembahasan mengenai teori tingkah laku konsumen (consumer behavior) yang dibatasi dengan asumsi syari’ah tentang larangan komoditas dan jasa non-halal, atau teori produksi (production theory) yang ditambah dengan asumsi bahwa modal sebagai faktor produksi yang tidak memasukkan uang di dalamnya.

Kemungkinan kedua adalah terjadinya redefinisi terhadap fiqh mu’amalat dimana materi bahasannya bertambah dengan analisa hokum terhadap berbagai konsep ekonomi modern seperti time value of money, instrumen pasar modal atau transaksi di pasar valuta asing. Untuk memberi penilaian terhadap konsep-konsep tersebut diperlukan pemahaman mendasar asal-usul dan hubungannya dengan ekonomi secara keseluruhan .
Kecenderungan ini akan berpengaruh luas kepada produk-produk aplikasi dari kedua ilmu tersebut di atas. Jika ilmu ekonomi mengalami redefinisi, maka produk-produknya pun akan mengalami redefinisi pula. Mengikuti kemungkinan pertama, misalnya, produk ekonomi mikro seperti regressi permintaan akan komoditas umum akan mengalami redefinisi dengan mengeluarkan indeks barang yang tidak sesuai syariah. Dalam ekonomi makro juga demikian, misalnya indeks harga konsumen (consumer price index – CPI) yang digunakan sebagai pembagi dalam penghitungan inflasi juga mengalami perubahan dengan mengeluarkan komoditas yang diasumsikan oleh syari’ah tidak dikonsumsi. Akibat dari hal ini, akan terjadi bias dalam beberapa indikator. Dengan kata lain, akkan terjadi perbedaan dalam berbagai indikator ekonomi. Misalnya, inflasi yang dihitung menurut CPI biasa akan berbeda dengan tingkat inflasi yang dihitung dengan menggunakan asumsi-asumsi syariah. Demikian pula prediksi tingkat pengangguran (unemployment), pertumbuhan (growth), pendapatan nasional (national income) atau lainnya. Jika fiqh mu’amalat yang mengalami redefinisi, maka ia harus ditulis ulang dengan menambahkan sejumlah konsep ekonomi yang baru dan belum mendapat penilaian hukum pada kitab fiqh klasik .
Redefinisi terhadap fiqh mu’amalat sama artinya dengan proses Islamisasi ilmu-ilmu yang dipelopori oleh Ismail Raji al-Faruqi. Islamisasi pengetahuan berarti merestorasi kembali fungsi wahyu untuk didudukkan sejajar dengan akal dan pengalaman manusia sebagai sumber pengetahuan . Salah satu percobaan awal dalam bidang ini adalah apa yang disebut unified approach to shari’ah an social inference (pendekatan untuk menyatukan ilmu syari’ah dengan ilmu-ilmu sosial.
Akhir-akhir ini, penyatuan antara ilmu syari’ah dengan ilmu-ilmu sosial merupakan wacana yang cukup menarik minat para filosof muslim. Penolakan terhadap konsepsi ilmu positivistic yang berkembang pada awal abad ke-20 telah menimbulkan krisis spritual di kalangan ilmuwan. Kuatnya keyakinan aliran positivisme untuk menjadikan rasio sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan menyebabkan para penganutnya terjerumus ke lembah atheisme. Kekosongan spritual itu terjadi akibat ketidakyakinan mereka terhadap ranah metafisika. Padahal sejak awal, Islam telah memposisikan metafisika sebagai dasar dalam segala hal, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya dalam filsafat Islam, wahyu dijadikan sumber ilmu pengetahuan yang pertama sebelum sumber pengetahuan lainnya .
Secara umum, ada beberapa langkah yang harus diikuti dalam proses integrasi ilmu pengetahuan yaitu:
1. Analisis terhadap teks/fenomena hingga sampai kepada komponen-komponen dasarnya, yaitu pernyataan-pernyataan/tindakan-tindakan.
2. Pengelompokan pernyataan-pernyataan/tindakan-tindakan sejenis ke dalam satu kategori
3. Identifikasi peraturan-peraturan yang mengintegrasikan berbagai kategori.
4. Identifikasi aturan-aturan dan tujuan-tujuan umum yang menguasai interaksi dan interrelasi berbagai kategori.
5. Sistematisasi himpunan aturan yang diperoleh melalui prosedur-prosedur terlebih dahulu (yaitu dengan cara menghilangkan kontradiksi) .
Mencermati proses integrasi yang disebutkan di atas, maka jurusan ilmu ekonomi Islam perlu ditempatkan kepada fakultas yang lebih sesuai. Menurut penulis, bila kemungkinan pertama yang dipilih (redefinisi ilmu ekonomi), maka jurusan ilmu ekonomi Islam sebaiknya ditempatkan di fakultas ekonomi. Tetapi sebaliknya, bila kemungkinan kedua yang dipilih (redefinisi fiqh mu’amalat), maka jurusan ilmu ekonomi Islam lebih tepat dimasukkan ke dalam fakultas syari’ah.
Namun bagaimanapun juga, porsi ilmu ekonomi dan porsi fiqh mu’amalat harus seimbang dan menjadikannya sebagai mata kuliah inti (mata kuliah keahlian). Tujuannya adalah agar para sarjana yang dihasilkan menguasai materi ilmu ekonomi secara mapan sekaligus dapat menentukan justifikasi hukum terhadap prilaku ekonomi yang sedang dilakukannya. Dengan cara demikian, alumni jurusan ekonomi Islam akan mampu bersaing dengan alumni jurusan ilmu ekonomi dari berbagai perguruan tinggi non-Islam lainnya.
Penutup
Perkembangan jurusan ilmu ekonomi Islam merupakan langkah antisipatif yang harus dilakukan oleh IAIN sebagai institusi pendidikan yang bergerak dalam bidang sosial keagamaan. Namun untuk melakukan hal itu perlu diperhatikan beberapa problem epistemologis yang menjadi ganjalannya. Pembenahan landasan epistemologis itu harus diorientasikan kepada pemberdayaan civitas akademika yang terlibat secara langsung di dalam pengembangan ilmu tersebut.
Sejalan dengan dinamika ilmu pengetahuan yang terus ber-evolusi, disiplin ilmu ini akan tercipta dan mendapatkan jalannya sendiri. Untuk menfasilitasi hal tersebut perlu dihindarkan dikotomi antara ilmu ekonomi konvensional dengan fiqh mu’amalat. Bahkan lebih jauh dari itu, perlu dilakukan upaya-upaya konkrit untuk mengintegrasikan keduanya. Semakin kuat integrasi yang dihasilkan akan semakin memperkokoh eksistensi ilmu ekonomi Islam sebagai satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

Penulis adalah aktivis PP. Pemuda Muhammadiyah dan Direktur Program Maarif Institute dan juga dosen IAIN Raden Fatah Palembang.
Bibliografi
Ahmad, Khursid, “Economic Development in Islamic Framework”, dalam Khursid Ahmad (Ed.), Studies in Islamic Economics, (Leicester: The Islamic Foundation, 1980).
Anwar, Syamsul, Mencari Akar Epistemologis Ilmu-ilmu Syariah, makalah disampaikan pada semiloka Pemetaan Studi Hukum Islam Fakultas Syariah UIN Jakarta tanggal 25 Oktober 2002.
Audi, Robert, Epistemology: A Contemporary Introduction to The Theory of Knowledge (London: Routledge, 1998).
Behechti & Bahanor, Philosophy of Islam (Pakistan: Islamic Seminary of Pakistan, 1990).
Budiyanto, Irmayanti, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Suatu Refleksi Terhadap Ciri dan Cara Kerja Ilmu Pengetahuan, makalah disampaikan pada ceramah untuk peserta program pascasarjana UI tanggal 31 Mei 1999.
Couvalis, George, The Philosophy of Science, (London: Sage Publications, tanpa tahun).
Eliade, Mircea, The Encyclopedia of Islam: An Islamic Version of The Encyclopedia of Religion (New York: MacMillan Publishing Company, 1987).
Al-Faruqi, Ismail Raji, Islamization of Knowledge: General Principles and Workplan (Washington: International Institute of Islamic Thought, 1982).
Al-Ghazali, Abu Hamid, Al-Mustasfa min ‘Ilm al-Ushul, (Kairo: Syirkah al-Tiba’ah al-Fanniyah al-Muttahidah, 1971).
Hakim, Cecep Maskanul, Mu’amalat (Ekonomi Islam): Sebuah Problem Epistemologis dan Aksiologis, makalah disampaikan pada semiloka Pemetaan Studi Hukum Islam Fakultas Syariah UIN Jakarta tanggal 25 Oktober 2002.
Ibrahim, Anwar, Mu’amalat (Ekonomi Islam) Sebuah Problem Epistemologis dan Aksiologis, makalah disampaikan pada semiloka Pemetaan Studi Hukum Islam Fakultas Syariah UIN Jakarta tanggal 25 Oktober 2002.
Jones, Richard, Introduction to the Theory of Economics, (Edinburgh: Edinburgh University Press, 1975).
Ka’bah, Rifyal, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1999).
Khan, Fahim, The Theory of Capital in Islam, (Malaysia: Islamic Research Institute, 1996).
Meera, Ahmed Kameel Meydin, The Islamic Gold Dinar, (Kuala Lumpur: Pelanduk, 2002).
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998).
Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam (Beirut: Dar al-Fikr, tanpa tahun).

0 komentar:

  © Blogger template Inspiration by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP